Aku
tidak bisa menipu perasaanku sendiri. Bisa saja aku menipu orang tuaku, adik
dan kakaku, para tamu, bahkan menipu istri sekalipun. Tapi perasaanku tidak
bisa ditipu.
Berulang
kali aku mencoba, tapi gagal lagi. Tidak ada cinta sejernih cintaku pada
bidadari hayalanku. Bermata bulat. Beralis sabit. Berhidung mancung. Pintar
merawat diri. Lihai dalam hal memasak. Menjadi ibu yang paling dekat dengan
putra-putri kami nantinya. Yang paling penting, pandai tersenyum.
Sangat
berbeda dengan istriku yang baru kunikahi dua malam lalu. Wajahnya sulit
memancarkan senyuman. Sepertinya diam adalah senjata andalan. Dia akan lebih
sering di dalam kamar, dari pada ngobrol dengan keluargaku. Kebetulan karena
rumah kami masih menjadi satu.
Istriku
memang pandai menyetrika baju, rapi dalam menjamu makan pagi, makan siang,
maupun makan malam. Ketika aku memerhatikan ia berdandan, dalam lamunanku aku
menggerak-gerakkan bibirnya untuk tersenyum. Tergurat wajahnya yang tidak lagi
kaku. Aku menepisnya.
Mungkin pendidikan yang berbeda
menjadikan cara ngobrol kami berbeda pula. Beberapa kali aku mencoba mengajak
dia bercerita atau bercanda, paling tinggi hadiah untuk ceritaku adalah
tersenyum secukupnya. Aku mulai berpikir tentang pikirannya sebelum
meminangnya.
“Kau mau menjadi istriku?”
“Iya,
aku berseida.”
Jujur,
jawaban itu sebenarnya beban berat bagiku. Mungkin karena aku kaget atau karena
aku terlalu sering dengan perjuangan yang hasilnya tak kunjung datang.
Terhitung empat puluh dua kali aku meminta perempuan untuk menjadi pacar,
sampai kupastikan bahwa aku siap mengajak mereka ke jenjang pernikahan, aku
selalu ditolak. Meskipun beberapa diantara mereka kukejar sampai bertahun-tahun
lamanya; tetap ditolak. Perempuan yang menjadi istriku inilah satu-satunya
perempuan yang langsung menerimaku tanpa aku bersusah payah obral janji.
Sepertinya
pada waktu aku memutuskan pernikahan, kondisiku sedang berputus asa, karena tak
pernah mendapatkan cinta, sehingga aku menerima perempuan “seadanya” ini untuk
mendampingi hidupku.
Sayang,
perasaanku benar-benar tak bisa tertipu.
##
Hari
ini adalah malam tahun baru 2013. Sudah menjadi rencanaku bahwa tahun baruku
terlengkapi oleh kehadiran istriku. Ada hari spesial untuk tahun baru ini.
Lagi-lagi perasaanku tidak bisa tertipu. Seandainya jiwaku tidak mengakui bahwa
aku adalah laki-laki, mungkin tangisan adalah saksi bahwa perasaanku tidak bisa
ditipu.
Istriku
telah menyiapkan makan malam spesial tahun baru, sesuai pesananku. Telah ditata
ruang kamar kami. Terdapat lilin yang menjadikan kamar semakin romantis. Meja
di set sedemikian rupa. Satu potong ayam panggang hanya untuk berdua saja.
Minuman jus alpokat kurencanakan sebagai bahan pemikat. Sayang, perasanku tidak
bisa ditipu. Makan malam tahun baru bersuasana biasa-biasa saja. Bahkan
pikiranku berselingkkuh dengan bidadari hayalan.
Keesokan
harinya saat aku mendengar istriku terjatuh dan meninggal. Aku bisa menipu
seluruh orang bahwa aku berduka, tapi aku tidak bisa menipu perasaanku, bahwa
aku akan berkesempatan mendapatkan bidadari hayalanku ditahun baru berikutnya.
Wuluhan, 31 Desember 2012
IMSICX
0 komentar:
Posting Komentar