Kasus yang kedua yang terjadi pada pembunuhan mahasiswa yang samapai kini belum ada tindakan dari pemerintah memberikan pesan bahwa lemahnya pemerintah dalam penanganan hak asasi manusia.
(Mengadaptasi dari film dokumenter : http://www.engagemedia.org/Members/thecamp/videos/payung_hitam/view)
Oleh : Ibnu Wicaksono
Payung Hitam (The Black Umbrella) merupakan sebuah film documenter
yang menerangakan penuntutan Hak Asasi Manusia (HAM) kepada Pemerintah. Ada 2 pihak yang merasa
dirugikan dan mengadakan unjuk rasa dengan memakai paying hitam di depan istana
Negara setiap hari Kamis.
Perjuangan dua tokoh perempuan, Neneng (35th) salah satu warga
Rumpin yang tanah 1000 hektarnya, di ambil secara paksa oleh angkatan udara
pada tahun 2007, dan Ibu Sumarsih adalah orang tua Wawan (mahasiswa atmajaya)
korban penembakan ketika era reformasi, yang sampai sekarang belum di
tindak lanjuti
kasusnya.
Mereka berdua bertemu di hari kamis, di aksi diam. Di mana setiap
hari kamis para pejuang-pejuang dari berbagai macam kasus, dari era 65-sekarang
selalu berdiri di depan istana, memegang payung hitam, membawa pesan-pesan para
pejuang untuk di sampaikan ke Presiden.
Kedua tokoh ini merupakan perwakilan dari sekian banyak pejuang
lainnya yang menuntut keadilan dan melawan lupa. Ibu Neneng seorang petani dan
ibu rumah tangga dengan 5 anak, ketika tahun 2007 membuat dirinya menjadi
aktivis, mencari tahu tentang advokasi hukum dan hak-hak kemanusiaan.
Dirinya menjadi
refleksi pembelajaran bagi warga rumpin lainnya, karena Ibu Neneng mendapatkan
banyak informasi sehingga bisa menindaklanjuti aksi-aksi berikutnya untuk kasus
Rumpin.
Ibu Sumarsih (57th), pensiunan DPR dan sekarang hidupnya ia teruskan
sebagai bentuk perjuangan Wawan anaknya yang tidak pernah di berikan kejelasan
dari Negara. Sudah hampir 13 tahun ia berjuang melawan lupa mengalami berbagai
macam tindakan dan respon yang mendukung dari berbagai
macam pihak. Ibu
Sumarsih juga mempelopori kegiatan kamisan dengan memakai baju hitam setiap
kegiatannya, dan selalu hadir di depan istana untuk menyuarakan keadilan.
Sampai pertemuan keduanya di kamisan, menjadi agenda kehidupan keseharian
mereka yang tidak akan pernah selesai sampai keadilan mereka dapatkan.
Film documenter “Payung Hitam” ini banyak memiliki pesan yang ingin
disampaikan. Sebagai wadah atau media pengingat bagi para penguasa yang selalu
melupakan dan meninggalkan tidak mengurus Hak-hak rakyat. Melalui Film ini kita
bias melihat bahwa kurangnya penanganan dan kepedulian pemerintah terhadap
hak-hak rakyat. Ini bisa menjadikan kinerja pemerintah akan selalu dinilai
negative oleh masyarakat. PEnegakan hukum di Negara ini juga masih lemah. Siapa
yang beruang banyak, dialah yang bisa berkuasa bebas di atas hukum. Masyarakatmiskin selalu dibodohi dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang sangat merugikan
masyarakat. Kehidupan mereka selalu resah, setiap hari selalu ada pemblokiran
dan penggalian sawah. Hal ini menjadikan mereka bersatu untuk melawan. Mereka
memiliki keyakinan bahwa diam adalah pengkhianatan dan mundur akan ditindas. Tanah
ini bukan milik pemerintah, bukan milik Belanda atau siapapun, tapi milik
masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar