Sesuatu yang tidak pernah saya lupa, setiap kali gadis itu mendapat
hadiah sesederhana apapun, ia akan menjawab terimakasih berlebih. Rasa bungah
merias wajah. Tapi tidak ketika itu, mulut manisnya berlidah tajam. Hati saya
segera berdesir. Rasa sendu cepat sekali meratap. Akankah pendirian saya akan
limbang? Sementara gadis itu berdiri, untuk mengendalikan emosi saya mencoba
berduduk.
“Jika ini merupakan syarat aku menjadi istrimu, biarlah aku menjadi
milik orang lain.” Kata-katanya seperti ketela kukus. Empuk, hanya saja sulit
melewati kerongkongan.
“Ely, hidup itu seperti labirin, penuh jalan lorong, berliku,
simpang siur, rumit, berbelit-belit, tapi yakinlah bisa kita atasi dengan ketenangan.”
“Tapi tidak dengan ini. Ini adalah idealismemu, bukan keinginanku!”
“Ely,”
“Jika bagimu ini adalah kekuranganku, kau boleh memilih orang lain
untuk menjadi istrimu.”
“Ely, kau adalah perempuan baik, rajin beribadah, aku hanya ingin
kamu melengkapi ibadahmu dengan berjilbab. Itu saja.”
“tidak. Aku ingin tetap eksis dimana-mana, teater, menulis, MC,
jika aku berjilbab, gerakku terbatasi, artinya kau membatasi gerakku.”
“Ely,”
“Sudahlah, meskipun pernikahan kita tinggal tiga hari lagi, kau boleh
manggagalkannya.”
Benar-benar membuat saya terjerembab. Berlanjut atau mundur. Air
mata saya lah yang mengalir.
##
Perempuan yang semakin hari semakin cantik dihadapan saya ini
menangis. Awalnya hanya beberapa tetes saja. Ia usap dengan tisu basah milik
putra kami.
“Hanya ini hadiah ulang tahun untukku?” pandangannya memastikan.
Ditangannya tergenggam kotak dengan pembungkus biru tua.
“Iya, hanya kain penutup kepala dan cerpen ini yang bisakuhadiahkan
dihari ultahmu ini, Sayang.”
“”Seberapa besarkah kau menginginkan aku berjilbab? Sampai-sapai
pada ulang tahunku dua tahun lalu, kau memberiku hadiah buku harianmu, satu
tahun lalu kau memberiku karya puisi, sedang saat iini kau menceritakan kisah
kita pada cerpenmu. Apa kau benar-benar tersakiti atas diriku, Suamiku?”
“Tidak, sayang. Sama sekali aku tidka terssakiti. Aku hanya ingin
kamu memperlihatkan rambutmu hanya padaku.”
“Tidak bisa. Aku butuh eksis. Persis jawabanku pada cerpenmu.”
“Percayalah sayang, kau akan
tetap bisa berkreativitas, kau masih bisa menjadi MC, menjadi penyiar, menjadi
pemain teater yang hebat seperti yang sudah kau lakukan selama ini, meskipun
kamu berjilbab.”
“Maafkan aku suamiku, aku belum bersedia melakukannya.” Istri
sayamengusap air matanya lagi. Saya membujungkan dada. Mempersilakan ia berada
pada pelukan saya.
“Tidak apa-apa Sayang, bagiku jawabanmu adalah jawaban yang indah.
Tapi boleh kan jika aku akan tetap mengharapkan sesuatu yang menajdi idealisku
terjadi?” bisik saya lembut di telinga cantik istri saya yang cantik.
Wuluhan, 19
Desember 2012
IMSICX
0 komentar:
Posting Komentar