Sabtu,
15 Oktober 2012
Cuaca cerah sekali semenjak tengah hari, tidak ada mendung
menggantung dan bisa dipastikan sampai nanti sore tidak akan turun hujan.
Setidaknya dengan kondisi yang demikian, pengurus FLP Jember bisa bernafas
sedikit lebih lega. Maklum hari Jumat seminggu lalu -tanggal 7 Desember- acara
yang semula diprediksi akan dihadiri banyak peserta (sesuai form pendaftaran
berjumlah 60 orang), terpaksa sepi dengan kehadiran hanya 10 orang. Semua
panitia memasang tampang lesu, semangat yang pasang pun mendadak surut.
Untungnya hari ini cuaca bersahabat sekali, tidak ada awan yang nampak lebam
keabu-abuan.
Kondisi demikian tidak berjalan lama. Setengah jam berlalu,
mendadak langit mendung sekali, sangat buram. Petir menyala-nyala seperti blitz
kamera, guntur meledak bak dentum mesiu dan kecemasan pengurus mencapai klimaks
saat hujan menderas.
Menjelang jam setengah tiga akhirnya kita putuskan syuro
untuk mengantisipasi segala kemungkinan buruk yang terjadi. Seleksi wawancara
ini sakral, jangan sampai peserta tidak bisa hadir, atau bahkan dianggap gugur
karena cuaca buruk. Kita berusaha mengantisipasi kemungkinan itu dengan
memindah jadwal di sesi kedua hari Minggu besok. Tapi usulan yang matang itu
gugur setelah ada salah seorang peserta muncul bersama orang tuanya diantara
deret hujan yang rapat. Setelah itu satu persatu peserta datang dengan berbagai
macam usahanya. Ada yang naik angkot, membawa payung, bahkan naik sepeda dengan
sebagian baju agak basah.
Tidak ada wajah mereka yang menyimpulkan mimik lelah, pun
tidak mengeluh dingin sekalipun pakaian mereka basah dan masih bisa tertawa
diantara hujan sore itu. Subhanallah, alangkah indah FLP di mata mereka,
alangkah nikmat rasa ukhuwah dan begitulah cinta persaudaraan kami bersemi tiap
musimnya.
***
Minggu,
16 Oktober 2012
Sesi wawancara Minggu menjadi hari menyebalkan buat Mona,
salah satu pengurus yang datang on time. Datang jam delapan persis tapi
tidak ada orang sama sekali di sekretariat. Iya kejadian seperti ini memang
sering terjadi, Nur Muhammadian - pembina FLP Malang- menyebutnya penulis
nyentrik. Kok bisa nyentrik? Iya karena ulahnya neko-neko. Huuffh.
Sesi wawancara tahap kedua ini akan dimulai jam sembilan
dengan total peserta 16 orang, Alhamdulillah panitia hadir lengkap tanpa kurang
suatu apapun. Sesi wawancara hari ini sepertinya lebih akrab dibanding kemarin.
Pertama, waktu pelaksanaan sesi wawancara lebih panjang. Kedua, panitia yang
hadir lebih banyak, karena kemarin ada miss komunikasi. Ketiga, Mona memecah
kekakuan peserta dengan permainan telling story tentang kisah wawancara
hari ini.
Secara keseluruhan game telling story mendadak ini
yang paling menarik minat saya. Permainannya, setiap peserta diminta
menceritakan kisah uniknya terkait sesi wawancara. Ternyata banyak cerita mulai
dari aroma humoris sampai melankolis. Saya sedikit meringis ketika mendengar
ada peserta kesasar karena terlalu pede dengan lokasi sekretariat, bahkan ada
yang benar-benar lupa undangan interview hari ini. Dia baru ingat setelah
menonton televisi dengan tayangan berita interview. Dia melompat kaget
gara-gara ingat ada seleksi wawancara FLP.
Saya juga terharu dan bangga oleh seorang siswi SMU yang
masih harus menyiapkan makan pagi untuk seluruh keluarga sebelum berangkat
menuju sekretariat. Saya terharu karena ia begitu enerjik dan bersemangat untuk
hadir di sesi kedua wawancara FLP Jember. Padahal bagi kebanyakan orang,
liburan identik dengan waktu istirahat. Pun saya merasa bangga karena jarang
sekali seorang anak demikian perhatian dengan keluarganya. Super sekali.
Akhir, sebelum acara usai ketika adzan dhuhur berkumandang,
saya menutup acara dengan membuka wacana mereka tentang FLP:
1. Jangan sampai salah persepsi, FLP
bukan mesin cetak penulis berbakat. Sebelum FLP lahir, toh indonesia sudah
memiliki sastrawan handal macam Buya Hamka, AA. Navis, Chairil Anwar, Putu
Wijaya, Taufik Ismail sampai Pramoedya Ananta Toer. So, tanpa masuk FLP kalian
bisa menjadi penulis asalkan mau belajar.
2. Jangan sekali-kali berpikir FLP
adalah wadah untuk menerbitkan naskah. Kita bukan penerbit. Toh tanpa masuk
FLP, kalian masih bisa menerbitkan atau membuat naskah untuk diterbitkan, asal
mau berusaha.
3. Jangan mengobral motivasi masuk FLP
seperti ini:
Tanya:
“Motivasi
apa yang membawa saudara masuk ke FLP?”
Jawab:
“Ingin
menjadi penulis hebat, Pak.” (tapi disuruh nulis 500 kata perhari susah minta
ampun)
“Ingin
punya karya pribadi, Pak.” (tapi malas memikirkan sebuah ide dan malu untuk
menerbitkan naskah)
“Pengen
belajar berorganisasi, Pak.” (tapi ada kegiatan rapat dll alasannya bejibun)
“Pengen
lebih dekat dengan dakwah islam, Pak.” (tapi malas datang kajian)
Terus apa tujuan kalian di FLP? Ingat lagi tujuan awal
kalian masuk FLP. Bergabung atau Tidak, segera diputuskan. Tapi jangan
coba-coba.
4. Dan jangan menganggap diri kalian
hebat, mengkultuskan diri sebagai penulis ketika bersemat gelar anggota FLP.
Menulis hanya mengharap like hingga kepala besar, update karya ingin
dikatakan brilian, sastrawan, romantis, bahkan so sweet. Berharap kaya
mendadak atau tenar dadakan. Kalau frame itu yang beranak pinak di
pikiran kalian, tamatlah.
FLP bukan forum kecil dengan misi biasa saja. Boleh
orang-orang mengatakan kami kecil, tapi visi dan misi kami besar. Ahlan
wasahlan rekrutmen baru periode 2012.
persis seperti kata - kata saya dengar sewaktu ada sedikit pencerahan, mirip banget kejadiannya dan harus paham betul sekali lagi
BalasHapusutnuk cerita unik tak menentu, saya suka kata - kata yang melukiskan sesuatu yang bersifat imajinatif, saya tahu saya harus lebuh banyak belajar lagi
from : Putu Adetya P.