Nah.. hari ini (kebetulan hari minggu), saya ingin
bercerita tentang salah satu kegiatan di pondok saya sekaligus menganalisa
kekurangan yang ada di dalamnya.
Kegiatan majlis taklim bakda subuh setiap hari rabu
dan minggu selalu saja diwarnai oleh semprotan air sesekali pukulan terhadap
seorang santri yang tidur. Tujuannya sih bagus yaitu, agar santri yang tidur
itu bangun dan mendengarkan pengajian dengan seksama. Namun, setelah beberapa
menit bangun, ia pun tidur lagi dan seorang secara bergantian dari pelaksana
majlis taklim menyemprotnya dengan air sekali lagi. Tak disangka beberapa menit
kemudian, ia tidur lagi dan lagi hingga kegiatan majlis taklim usai.
Dan yang mengherankan ternyata bukan hanya satu
orang itu saja yang tidur tetapi mayoritas semua santri yang ada di dalam
masjid yang seharusnya menyimak pengajian itu pada tidur semua.
Dan satu lagi yang membuat saya geleng-geleng kepala
adalah, hal seperti itu terjadi berulang-ulang bahkan ‘setiap’ majlis taklim
bakda subuh pada hari rabu dan minggu itu harus terjadi dan mesti terjadi terus
menerus dari dahulu sampai sekarang.
Nah, sekarang apakah sistemnya yang salah ataukah
waktunya yang kurang tepat, atau juga pelaksana majlis taklimnya yang kurang
kredibel atau… atau…. Dan atau-atau yang lain.
Masalah sudah dipaparkan. Sekarang coba mencari
solusinya. Untuk mencari solusi, alangkah lebih baiknya terlebih dahulu mencari
sebab musabab mengapa hal itu terus terjadi dan mesti terjadi.
Oke, mari preteli satu per satu..
Pertama, masalah waktu yaitu, bakda sholat subuh.
Semua sudah pada tau kalau waktu subuh itu adalah waktu yang rawan kantuk.
Karena memang setelah tidur 6-7 jam semalaman. Jadi masih terbawa rasa
kantuknya untuk meneruskan tidurnya. Dan juga waktu ini adalah waktu yang pas
dan enak banget untuk tidur.
Kedua, masalah pengajarnya yaitu, Ra. Umar. Hal yang
serupa terjadi ketika hari rabu malam kamis (pengajian sentral fathur robbani
di masjid wali songo bakda sholat magrib). Juga ketika pengajian khusus kelas
wustho dan ulya di masjid putri, mereka juga tidak seperti keadaan di hari rabu
dan minggu bakda subuh secara sentral. Respon dari santri lumayan bagus. Mereka
tidak mengantuk dan bisa mendengarkan meski (kalau pengajian sentral bakda
magrib) kadang masih ada sebagian yang berbicara sendiri atau guyonan. Berarti
masalah pengajar, menurut saya, bisa dikatakan tidak ada masalah.
Ketiga, masalah kitab. Biasanya santri yang memiliki
kitab ketika pengajian berlangsung, mereka tidak tidur dan memaknai kitabnya
masing-masing. Tetapi ketika melihat di lapangan, ternyata banyak dari santri
yang tidak memiliki kitab yang diajarkan itu, hanya segelintir santri saja yang
memiliki dan membawa kitab ketika majlis taklim berlangsung. Lantas
pertanyaannya, apa yang akan disimak? Sedang kitab sendiri tidak ada. Mereka
bosan dengan hanya mendengarkan saja tanpa ada yang disimak. Akhirnya mereka
memilih untuk tidur. Apalagi waktunya pas banget, subuh. Poin ke tiga ini
meendukung poin pertama.
Keempat, masalah sistem (pembelajaran) pengajiannya.
Lebih sedikit muridnya, lebih bisa berkonsentrasi menyerap ilmunya. Memang,
tidak sepenuhnya benar pendapat itu tetapi kebanyakan jika mengadakan suatu
majlis dengan kuantitas murid yang sangat banyak apalagi hingga ribuan
banyaknya. Hal tersebut membuat suatu pembelajaran kurang efektif dan susah
untuk diterima. Okelah kita bisa mengatakan “tergantung orangnya”, tetapi coba
kita melihat mayoritas. Apakah mereka paham? Apakah banyak yang paham atau
banyak yang tidak paham? Sistem pembelajaran dengan yang sangat banyak juga
mengakibatkan terpengaruhinya satu orang kepada orang yang lain. Misal si “A”
mulanya tidak tidur. Namun melihat di samping kanan, kiri, dan belakangnya
banyak yang tidur akhirnya si “A” tidur juga, ikut-ikutan tidur. Nah poin empat
ini mendukung poin pertama dan kedua. Waktunya setelah subuh, tidak membawa
kitab, dan berkumpul dengan banyak santri. Pas banget tuh, enak untuk tidur!
Kelima, masalah evaluasi kegiatan majlis taklim
sentral bakda subuh. Masalah ini sepertinya tidak ada evaluasi (saya tidak tahu
apakah masalah ini sudah benar-benar dibahas atau belum di rapat-rapat program
majlis taklim), buktinya dari dulu hingga sekarang sama saja dan tidak ada
perubahan. Setiap majlis taklim hari rabu dan minggu bakda subuh selalu saja
ada seprot air, pukul dan kadang juga pijit-pijit pundak. Poin terakhir ini
adalah inti dari poin-poin sebelumnya. Juga poin kelima ini menjadi sebab
sekaligus menjadi solusi dari permasalahan-permasalahan yang telah dipaparkan.
Nah, jadi tanpa adanya evaluasi dan kemudian disusul
dengan aktualisasi maka bersiap-siaplah dengan masalah; murid tidur, pukul dan
semprot air yang tidak aka nada habisnya terus menerus.
Hal tersebut berlaku untuk semua kegiatan dalam
kehidupan sehari-hari. Tak terkecuali termasuk juga salah satunya adalah
menulis. Menulis butuh evaluasi. Karena jika kita ingin rutin menulis tetapi
tidak ada evaluasi maka akan terjadi hal yang sama dengan kegiatan majlis
taklim di atas. Semakin sering kita mengadakan evaluasi, semakin kita dapat
melakukan perbaikan.
Semoga
saya, teman-teman semua yang membaca tulisan ini bisa menjadi orang-orang yang
sangat mengedepankan evaluasi.
Amin..
*)
penulis bernama lengkap jefi hermawan
0 komentar:
Posting Komentar