About

Si Adik yang Lugu


“Kak, ngapain sih di situ? Kok kayak ngumpet-ngumpet gitu?” Si kakak tidak menyahut.
“Kak, ada yang nyariin loh. Gak ditemuin?” Si adik yang berumur 8 tahun semakin tidak mengerti dengan tingkah kakaknya.
“Ssstt.. Diam! Jangan banyak omong!” Si kakak mulai menggerutu mendengar adiknya mengocehinya dari tadi.
“Lhaa Kakak ngapain di bawah meja tuh,” si adik menoleh ke kanan dan ke kiri, kemudian melihat kakaknya lagi, “gak ada gempa, kan.”
“Iya tau, Dik.” Si kakak tetap sibuk di bawah meja sembari mencari-cari sesuatu.
“Ada yang nyariin tuh di depan.”
“Iya, Adikku sayang,” si kakak akhirnya keluar dari meja kemudian menuntun si adik keluar kamarnya, “bentar lagi kakak temuin. Suruh tunggu sebentar yah.” Si adik hanya bisa tercengang melihat kakaknya, namun ia turuti saja perintah kakaknya itu. Berbalik, pintu kamar kakaknya sudah tertutup. Hemm.. desahnya.
Sambil menimang-nimang boneka panda kecil kesayangannya, si adik menuruni tangga. Ia juga menyanyi lagu yang tadi pagi ia ketahui dari guru agamanya:
Satu satu aku cinta Allah
Dua dua cinta Rasulullah
Tiga tiga cinta ibu bapak
Satu dua tiga jalan masuk surga
Asyik sekali ia bernyanyi, namun “Aaaaaaa…..”
***
“Assalamu’alaikum.” Terdengar seorang perempuan muda mengetuk pintu rumah nomor 9 di Jalan Tulip. Namun tak ada suara apapun membalasnya.
“Assalamu’alaikum.” Ia mengucapkannya lagi. Namun tak ada lagi suara apapun. Ia terdiam sejenak. Sekali lagi, kalau tidak ya terpaksa deh, pulang.
“Assalamu’alaikum.” Lagi, dan ini yang ketiga kali. Ia tunggu sebentar. Namun harapannya pupus, ia harus meninggalkan rumah ini. Baru ia membalikkan badan, tiba-tiba pintu terbuka. Ia kembali menghadap ke pintu.
Ia datarkan pandangan, namun tak menemukan apapun. Dengan sedikit spontan, ia rendahkan pandangannya, ada sesosok anak perempuan yang menggendong boneka panda.
“Wa’alaikumussalam.” Jawabnya polos dan tak melanjutkannya dengan pertanyaan.
“Emm.. Kakaknya ada, Dek?”
“Kakak siapa, ya?”
“Oh iya, nama kakak, Zifa. Mau ketemu sama Kak Rindang. Ada gak, ya?” suaranya yang lembut dan raut wajahnya yang cerah menyiratkan bahwa ia adalah seorang yang penyayang, terutama pada anak kecil.
“Ada, ada.” Ia langsung berlari tanpa mempersilakan Zifa masuk dan duduk. Zifa hanya tertawa kecil melihat anak itu berlari kecil di dalam rumahnya. Karena tidak ada yang mempersilakan masuk, ia pun tak berani masuk ke dalam rumah, hanya menunggu di depan pintu.
***
“Yes, akhirnya brosnya ketemu. Ini kan punya Zifa. Kalau sampai hilang, aku gak enak sama dia.” Rindang berbicara dengan keras di kamarnya seorang diri. “Itu pasti dia yang datang. Harus aku kembalikan sekarang nih brosnya, kalau lama-lama dipegang aku bisa hilang beneran, ini saja sudah hampir hilang.” Rindang terus saja mengomeli dirinya sendiri.
“Aaaaaa..”
“Loh.. Si adik? Kok teriak-teriak?” tiba-tiba saja ia mendengar teriakan adiknya yang melengking.
“Adik, ada apa?” ia langsung keluar kamar, dan melihat ke tangga. Ia mendapati adiknya yang sedang duduk di tangga sambil menutupi kedua telinganya dengan telapak tangan.
“Ada apa, Dik, kok teriak-teriak?” Rindang setengah panik.
“Aaaaa.. Itu. Itu, Kak.” Wajahnya terlihat begitu panik, ia tudingkan jari telunjuknya ke arah bawah dari tangga.
“Itu apa?” Rindang mencoba untuk mencari sesuatu yang dimaksud oleh adiknya, namun ia tak menemukan apa-apa.
“Ada kecoak.”
“Yah, Adik ini, kirain ada apa. Ya sudah biarkan saja kecoaknya, nanti juga pergi sendiri. Ayo sekarang berdiri!” Ia menuntun adiknya berdiri dan menuruni tangga.
“Oh iya Kak, tamunya masih di depan loh, nungguin Kakak.” Dengan sedikit lemas karena melihat kecoak, si adik masih tak lupa mengingatkan kakaknya.
“Astaghfirullah, hampir lupa,” Rindang menepuk keningnya sendiri, “ya sudah, kakak ke depan dulu.” Rindang berlalu meninggalkan adiknya di tangga dan melesat menuju ruang tamu.
“Zifaa.. Loh loh, kok gak ada yah di ruang tamu.” Rindang tak mendapati Zifa di ruang tamu. Ia spontan melihat di luar rumahnya.
“Zifa kok di luar, gak masuk?” Tanya Rindang setelah dilihatnya Zifa di depan rumahnya.
“Iya, gak papa kok, Rindang.”
“Masya Allah, adikku gak nyuruh kamu masuk yah. Gimana sih si adik itu. Maaf ya, Zifa. Ayo masuk, kamu pasti nunggu lama di sini.” Rindang tertawa dengan sedikit sungkan pada Zifa. Zifa hanya tersenyum maklum.

Oleh: Indira Karina

1 komentar: