About

Begadang dengan Ferdinand de Saussure1
            Terlintas di benakku, sebuah pertanyaan. Mengapa kursi bisa disebut kursi? Benda yang biasanya terbuat dari kayu atau besi itu berfungsi sebagai tempat duduk. Di ruang tamu, di ruang makan, di sini. Yang kini menyangga tubuhku di depan meja bulat berbahan kayu jati. Namun maslaahnya, mengapa benda semacamitu disebut dengan kursi? Kenapa tidak disebut saja kusir, kusri, kuris, atau bolehkah aku menyebutnya dengan sebutan ‘kulsi’ saja. Sejujurnya, huruf R adalah derita bagiku.
            Baiklah, berpikir sendirian memang begitu menyulitkan. Malam ini, aku akan mengundang tamu istimewa yang datangnya dari suatu universitas di Swiss, Universitas Geneva2. Aku akan menghubungi tamu istimewa itu untuk membantuku mencari jawaban dari pertanyaanku ini. Tentang kursi yang kenapa tidak disebut kulsi saja.

            Ini dia tamu istimewaku. Dia datang lebih cepat dari yang ku perkirakan. Aku ingin menghubunginya via bbm, tapi mana mungkin dia bisa membalasnya. Hehe.
            “Owh, Mr Saussure How are you? I need you to accompanie me for discussing something tonight3. “ Aku beranjak dari kursi dan menyambut tamu istimewaku yang sedang berdiri di muka pintu kamarku yang terbuka lebar. Ia memakai celana hitam, lengkap dengan abu-abu dan kemeja putih bersih yang berkilau terkena cahaya lampu kamarku.
            “I’m very well. How about you? I hope you’re fine too4.” Tangan kanannya yang kokoh ku jabat erat.
            “Sit down, please5.” Aku mempersilakannya duduk di kursi yang berhadapan dengan kursiku. Notebook-ku masih menyala. File word membentangkan deretan kata dengan sejumlah kata yang tak ingin kuhitung.
            “What kind of problem will we disscuss6?”
            “Ehm.” Aku berpikir
            “Sesuatu sekali... haha.” Mr Saussure tertawa lebar dan kumis tebal ikut terangkat.
            Aku nyengir. Apakah Mr. Saussure juga nge-fans sama Syahrini? Impossibel.
            “Sesuatu yang ingin ku tanyakan, sir. Help me. Could you speak Indonesian7?”
            “I’ll try8.” Mr, Saussure menggeser posisi kursinya mendekat ke meja.
            “Kenapa kursi disebut k u r s i? Bolehkah aku mencari keadlian untukku dengan menyebutnya kulsi saja. Hehe. Huruf R adalah derita bagiku.” Baginya, mungkin aku remaja yang terlampau mempermasalahkan hal yang tidak perlu dpermaslahkan. Weits, tunggu dulu.
            Dia berkata, “Good question. What a genius boy you are9.”
            Aha... aku seperti terlempar ke langit biru, tersangkut pelangi dan turun ke bumi dengan sayap warni-warni. Kata-katanya membuatku mendadak merasa jenius. Haha. Tertawa. Dalam hati.
            Mr Saussure membetulkan posisi kacamatanya yang sudah benar.
            “Boy, siap begadang malam ini?” kedua bola matanya menatapku tajam.
            “Siap.” Aku tersenyum. Dua lesung pipiku menghiasi tebing pipiku yang bebas jerawat.
            “Yang kamu tanyakan berkaitan dengan penelitianku, yaitu tentang hubungan antara signifiant10 dan signifie11. Keduanya ibarat dua sejoli yang tidak bisa dipisahkan. Kursi adalah satu kata yang terdiri atas 5 fonem12, yaitu: k/u/r/s/i. Itulah yang disebut dengan signifiant dan konsep tentang benda yang terbuat dari kayu atau besi yang berfungsi sebagai tempat duduk adalah signifie.”
            “Jadi?”
            “Jadi, do you know what i have explained13?”
            “Berusaha kupahami.” Aku menggaruk-garuk rambut pendekku yang tidak gatal.
            “Lalu...” aku melanjutkan perkataanku, “Lalu bolehkah aku aku menyebutnya dengan kulsi. Kulsi.” Aku mengulangi kata itu untuk meyakinkan Mr Saussure bahwa aku memang benar-benar tersiksa dengan huruf R itu.
            “Haha... No no no no. Apa orang lain akan memahami apa yang kamu ucapkan jika kamu menyebutnya seperti itu? Itu termasuk salah satu sifat bahasa yaitu, arbitrer atau mana suka. Artinya tidak ada hubungan yang hakiki antara  k/u/r/s/i sebagai signifiant dengan signifie-nya yakni konsep konsep benda yang terbuat dari kayu atau besi yang berfungsi sebagai tempat duduk. Masyarakat Indonesia menyebutnya ‘kursi’, maka kamu tidak bisa menggunakan kata lain seperti...” Mr. Saussure melirikku.
            “Kulsi.” Aku menjawab. Jemari pada kedua tanganku sibuk mengetik penjelasan Mr Saussure.
            “Good.” Ia menghadiahiku satu jempol. Istimewa. Kuangkat jempolku, kutempelkan pada jempolnya. Merndadak aku terliri energi jenius darinya. Haha. Tertawa. Dalam hati.
Good boy.”
            “Lalu apakah itu yang dimaksud dengan salah satu sifat bahasa yang disebut konvensional? Dosenku menjelaskan kalau sifat bahasa yang konvensional adalah adanya suatu konvensi yang digunakan oleh suatu masyarakat pemakai bahasa. Konvensi, sebuah kesepakatan. Lalu apakah aku harus ikut-ikut menyepakatinya?”
            “Tentu. Jika kamu ingin berkomunikasi dengan baik. Masyarakat menyebut kursi untuk mewakili konsep yang telah aku sebutkan tadi. Itu adalah bentuk kesepakatan bahwa masyarakat Indonesia menyebut benda itu dengan sebutan kursi.”
            “Sir?”
            “Ya.” Mr. Saussure membenarkan posisi kacamatanya yang kali ini melorot.
            “Tahu semua itu dari mana?”
            “Berpikir kritis. Belajar. That’s it. Have u ever read my book14?”
            “Cours de Linguistique Generale15 yang disunting oleh dua orang mantan mahasiswamu, Charles Billy dan Albert Sechehaye dengan bantuan Albert Ridlinger. Buku itu diterbitkan secara anumerta pada 1916.” Kukeluarkan sebuah buku tebal yang masih terbuka dari dalam laciku.
            “Haha.” Mr. Saussure tertawa lebar. Kumisnya yang lebat terlihat semakin lebar.
            “Haha.” Aku menirukan gayanya tertawa, tanpa aksesoris tentunya : kumis. Hehe.
·          
            08.50
“Penyajian teorinya sudah memadai. Kamu ada kemajuan yang cukup bagus pada analisis signifiant dan signifie. Bulan depan saya harapkan kamu sudah bisa seminar proposal skripsi.”
“Hehe.” Aku tertawa kecil.
“Haha.” Seseorang berkumis tebal yang mengenakan kacamata, celana hitam, jas abu-abu lengkap dengan kemeja tebal yang bersinar di bawah sinar lampu ruangan ini berdiri di belakang dosenku. Tertawa ke arahku. Alisku terangkat.
Is it true?
·          

03-01-2013      22:23, Jember
Catatan:
11. Ferdinand de Saussure = bapak linguistik modern yang mencetuskan gagasannya mengenai struktur dalam bahasa
2. Universitas Geneva = universitas tempat Ferdinand de Saussure mengajar tentang tata bahasa perbandingan dan linguistik umum pada 1891
3.      Bagaimana kabarmu? Aku butuh bantuanmu menemaniku untuk mendiskusikan sesuatu malam ini.
4.      Kabarku sangat baik. Bagaimana denganmu? Aku harap kabarmu juga baik.
5.      Silakan duduk
6.      Permasalahan apakah yang akan kita diskusikan?
7.      Bantulah aku. Apakah kamu bisa berbahasa Indonesia?
8.      Aku akan mencobanya.
9.      Pertanyaan yang bagus. Betapa jeniusnya kamu.
10.  Siginifiant = penanda, yaitu kata yang digunakan untuk menunjuk pada suatu benda
11.  Signifie = suatu konsep yang mewakili suatu kata
12.  Fonem = satuan linguistik terkecil, yang dituliskan pada ragam tulis menjadi huruf/abjad (a,b,c,d, dst) yang berfungsi membedakan makna
13.  Apakah kamu memahami apa yang telah aku jelaskan?
14.  Ya begitulah. Apakah kamu sudah pernah membaca bukuku?
15.  Cours de Linguistique Generale= buku yang sebenarnya merupakan hasil pengumpulan catatan-catatan perkuliahan Ferdinand de Saussure yang ada pada mahasiswanya, yang kemudian disunting yaitu Charles Billy dan Albert Sechehaye dengan bantuan Albert Ridlinger.
Oleh:Artina Artie

0 komentar:

Posting Komentar