(Mengadaptasi dari video : http://www.youtube.com/watch?v=Jlhu5CmLwME)
Oleh : Putu Adetya
Selama ini
sadarkah kalian tentang apa yang telah kalian perbuat?, Sudahkah kalian membuat
goresan senyuman di wajahnya? Tak satu pun dari kita merasa
dia adalah sosok pengganggu yang seolah-olah membelenggu
ruang gerak kita. Selalu melarang, menasihati
dengan penuh kesabaran yang
tidak mengenal lelah. Namun,tahukah
kalian maksud dari semua ini? tak lain tujuan yang begitu mulialah yang ingin
mereka curahkan demi kebaikkan kita
nanti.
Seperti
kisah yang dapat kita petik pelajaran yang berharga dimana hiduplah seorang
remaja perempuan dengan ayahnya mengidap tuna wicara, konon kondisi yang
dialami ayahnya terjadi sesaat ibunya meninggal dunia karena suatu kejadian
yang tragis. Hanya denganbermodalkan
penghasilan yang serba berkecukupan dari mata pencaharian ayahnya yang
berjualan mie dengan gerobak yang sederhana mereka hidup berdampingan di sebuah
rumah kontrakan bak gubuk yang bisa roboh
ditiup angin.
Semua
bermula saat sang anak melanjutkan pendidikannya ke sekolah menangah atas,
karena ayahnya pikir jarak dari rumah ke tempat ia bersekolah cukup jauh,
akhirnya ayahnya memutuskan untuk mengantarkan anak semata wayangnya dengan motor
warisan kakeknya. Sebagai ayah pada umumnya, beliau hanya ingin berpesan
kepadanya agar belajar yang rajin dan jadilah anak baik di sekolah, tentunya
dengan bahasa isyaratlah cara sang ayah menyampaikannya. Namun reaksi pedas dan
rasa acuh yang menyakitakan hati yang tampak dari pemandangan pagi itu. Dengan
penuh rasa sabar dan sedikit senyuman di wajah ayahnya seolah menganggap hal itu adalah sebuah
isyarat bahwa sang anak mengiyakan pesan darinya.
Akan
tetapi, keadaan di sekolah tidak seperti yang ayahnya harapkan, teman –
teman putrinya di sekolah yang mengetahui kalau ayahnya bisu kerap
mengganggunya, mereka
tak henti-hentinya menghina ayah sang buah hati. Awalnya dia hanya mencoba
untuk tidak mempedulikan hal itu namun sikap mereka yang begitu keterlaluan berhasil membuatnya tak
tinggal diam dan mencoba membela nama baik ayahanda.
Sebuah
kontak fisik pun
terjadi hingga berujung pahit, sehingga membuat peristiwa itu tersebar bahkan
sang ayah mengetahui bahwa yang
terlibat itu putrinya sendiri. Sesampainya di rumah sambutan yang tak biasa diperlihatkan
ayahnya kepada anaknya. Tak disangka, seorang ayah yang biasa menyambut
kepulangannya dengan ramah dan penuh kasih saying yang lembut, sesaat berubah
menjadi pertarungan hebat antara anak dan ayah. Karena merasa tak tahan lagi
untuk berada di rumah, sang putri pun angkat kaki dari rumah itu dan terjun ke
dunia gelap bersama teman lamanya yang kini mereka bertemu dan saling bertukar
pikiran.
Sementara Sang
ayah yang duduk termenung tak tahu harus berbuat apa lagi untuk meyakinkan buah
hatinya bahwa ia masih sayang padanya. Ia merasa gagal untuk menuruti
semua keinginan putrinya itu, sampai-sampai perasaan itu terbawa saat ia bekerja yang
melakukan segalanya dengan
setengah hati. Di sela –sela pekerjaannya ia pun merenungkan tentang cara apa
yang harus ia perbuat demi membuat hubungan keduanya membaik. Akhirnya sang
ayah berniat untuk memanfaatkan waktu ulang tahun putrinya untuk meminta maaf
karena ia rasa semua ini
adalah kesalahannya.
Kue ulangtahun yang sederhana telah siap di meja, yang dihiasi lilin dengan
nyala api kecil yang begitu indah dan terangnya mampu menyinari ruangan itu lengkap
dengan tulisan ”Selamat Ulang Tahun” terpampang dengan eloknya di atas kue itu. Selagi
menunggu anaknya keluar dari kamarnya sang ayah mencoba menyusun kata-kata yang
kali ini sekiranya membuat putrinya mengerti maksud hati sang ayah. Karena jika
tidak, entah apa yang terjadi melihat sang putri pulang dengan wajah yang
bermuram durja dan terus mengurung diri di kamarnya.
Setelah menunggu cukup lama, rasa curiga yang terus
menghantui sang ayah tentang keadaan putrinya yang tak kunjung muncul juga dari
kamarnya, membuat sang ayah mengetuk dan gelisah sebenarnya ada apa di dalam.
Beribu-ribu ketukan telah dicoba namun tak ada jawaban dari dalam. Akhirnya
sebuah dobrakan kencang dilancarkan sang ayah dan alangkah terkejutnya ia melihat putri
satu-satunya terbaring tak berdaya dengan berlumuran darah.
Tindakan cepat dilakukan
oleh sang ayah, rumah sakit terasa begitu jauh mengingat sang putri yang terus
meneteskan darah seiring langkahnya menuju tempat itu, bagaikan nyawa yang
hilang di setiap tetesan darah yang mengalir membuat ayahnya tak kuasa menahan tangis melihat keadaan putrinya
yang sangat mengenaskan
ini.
Sesampainya
di tempat itu, sang ayah memohon kepada dokter agar nyawa anaknya itu dapat
diselamatkan apapun caranya. Tanpa pikir panjang sang ayah meminta dokter untuk
mengambil darahnya demi menyelamatkan putrinya.
Semua
berlalu begitu cepat, tak ada yang dapat menghentikan kejadian pada malam itu, sang ayah
yang telah tak bernyawa turut menemani putrinya yang keadaannya begitu membaik
seiring dengan liter demi liter darah yang direlakannya untuk putrinya
tercinta.
Ketika
terbagun, sang putri kaku tak bisa berkata apa-apa lagi, melihat sang ayah yang
selama ini telah menjadi
sosok yang selalu menyayangi dan merawatnya hingga ia beranjak dewasa. Ia rela mengorbankan
nyawa berharganya demi keselamatan jiwa sang putri. Penyesalan yang tak dapat mengubah keadaan
dan membantunya
untuk membuat sang ayah hidup kembali telah memenuhi ruangan tersebut. Kata maaf
belum sempat ia lantunkan, Kini
ia baru tahu di balik keterbatasan ayahnya itu tersimpan tujuan yang mulia untuk
membimbing dirinya menjadi anak yang berhasil suatu hari nanti bahkan tujuan itu
mampu melebihi
pengorbanan ayah
normal lainnya.
“Kecewa akan
suatu hal itu hal yang biasa
Namun
janganlah mengecewakan seseorang karena suatu hal yang biasa”
0 komentar:
Posting Komentar