Suasana begitu sepi. Seakan tak ada
angin yang bergerak. Begitu hening, hanya terdengar bunyi detakan jarum jam
dinding besar coklat. Rumah ini seperti mati, kehilangan jiwanya. Tak ada
keceriaan yang juga membuat orang lain ceria. Tak ada teriakan menggemaskan.
Tak ada pula tangisan yang menyabarkan.
“Ayah, Cindy sekarang sedang apa ya?” Bu
Renike menanyakan sesuatu yang tak dimengerti oleh suaminya, Pak Sofyan.
“Kita doakan saja dia. Pasti Tuhan memberikan tempat yang terbaik untuknya.”
Pak Sofyan mencoba menghiburnya..
Air mata keluar dari kedua mata Bu
Renike. Terisak-isak ia menangisi putrinya.
“Sudah Bu. Mungkin inilah jalan yang
terbaik yang diberikan Tuhan untuknya. Mungkin ini petunjuk untuk kita agar
menjadi orang tua yang lebih baik lagi.” Namun, Bu Renike hanya terus menangis.
“Sabar Bu.” Pak Sofyan yang tadinya
tegar namun kali ini juga tak kuat menahan kesedihannya.
***
Cindy terlihat bermain di ruang keluarga.
Begitu banyak boneka yang ia keluarkan dari tempat bermainnya. Dengan asyiknya
ia menimang-nimang setiap bonekanya.
“Cindy, makan yuk.” Ajak Bi Sanah
memanggil Cindy.
“Iya.” Namun ia terus saja bermain.
Bi Sanah masih di dapur, ia siapkan
makanan untuk Cindy. Mereka hanya berdua di rumah saat itu.
Di luar rumah, Cindy mendengar deringan
penjual es krim. Seketika ia keluar rumah dan memanggilnya.
“Pak, beli es.” Dengan lugunya bocah
tiga tahun ini memanggil penjual es krim yang langsung saja ia berhenti berjalan.
Penjual es menyerahkan sebungkus es krim pada Cindy,
“Tiga ribu ya, Dik.” Namun Cindy hanya
menoleh kiri dan kanan, tak tahu harus berbuat apa.
“Ini, Pak. Tiga ribu.” Seorang laki-laki
jangkung berumur 30-an membayar es krim yang dibeli Cindy.”
“Cindy, ikut Om ya.” Dengan senyumnya ia
membujuk Cindy.
***
“Maaf, Bu Renike. Saya tadi di dapur.
Ketika saya ke depan, Dik Cindy sudah nggak ada. Maaf, maaf. Ini salah saya.
Kalau saya mau dipecat, saya terima, Bu.” Bi Sanah begitu merasa bersalah.
“Terserah Bi Sanah deh. Mana yang lebih
pantas menurut Bi Sanah setelah Cindy hilang, Bibi tetap di sini atau keluar!”
Bu Renike begitu emosi sekaligus sedih menerima kenyataan bahwa Cindy hilang
entah ke mana. Ia sedih bukan main, bergegas ke kamar dan menangis
sejadi-jadinya.
“Maaf Pak Sofyan, saya sepertinya sudah
tidak pantas di sini lagi. Saya berhenti bekerja, Pak.” Bi Sanah sudah
menyiapkan hal terburuk saat Cindy hilang. Ia sudah membereskan pakaiannya dan
firasatnya dipecat sangat kuat.
“Maafkan istri saya ya, Bi.”
“Saya yang harusnya minta maaf. Kalau
begitu, saya pamit dulu, Pak. Terima kasih banyak telah memberikan kepercayaan
pada saya sekian lama.”
“Terima kasih kembali, Bi Sanah. Maaf
apabila keluarga kami banyak salah pada Bi Sanah.”
***
Tiga hari sudah Cindy menghilang.
Meskipun Bu Renike dan Pak Sofyan sudah melapor pihak kepolisian, namun masih
tak ada kabar apa pun.
“Ayah, saya ingin menyerah. Aku sudah
tak tahu lagi harus mencari Cindy di mana.” Bu Renike putus asa.
“Jangan putus asa dulu, Bu. Kita tetap
cari Cindy di manapun, kita juga harus tetap menghubungi polisi. Kita berdoa
saja untuk keselamatan Cindy.” Perkataan Pak Sofyan sedikit menenangkan Bu
Renike.
Tak lama kemudian, bel rumah mereka
berdenting.
“Sebentar, Bu. Saya buka pintu dulu.”
Betapa terkejutnya Pak Sofyan, ketika ia
buka pintu terlihat Cindy dengan wajah polosnya.
“Cindy! Bu, Cindy Bu.” Spontan Pak
Sofyan memanggil Bu Renike. Bu Renike yang mendengar teriakan Pak Sofyan
seketika berlari menuju pintu. Ia peluk dan ciumi Cindy sembari menangis
bahagia.
“Sayang, kamu ke mana saja? Ibu khawatir
sekali, Nak.”
“Ibu, ada surat buat Ibu.” Tiba-tiba
saja Cindy menyodorkan sepucuk surat yang diamplopi putih bersih. Bu Renike
menerima surat pemberian Cindy dengan sedikit penasaran, siapakah pengirim
surat ini, dan siapakah yang telah membawa Cindy selama tiga hari ini.”
Renike, maafkan aku telah membawa
Cindy tanpa sepengetahuanmu. Aku sangat rindu padanya, anak kandungku.
Sedangkan sudah jelas kau pasti tak mengizinkanku bertemu dengannya, apalagi
sekedar memeluknya. Tiga hari sudah cukup untukku melepaskan rindu ini. Jaga
Cindy baik-baik. Salam untuk Sofyan, suamimu yang baru. Terima kasih.
Oleh: Indira Karina
0 komentar:
Posting Komentar