Inagurasi FLP Jember 2012
PAGI hari yang cerah.
Waktu masih menunjukkan pukul 07.30 WIB. Mentari belum jua menampakkan diri
dari ufuk timur. Beberapa orang pejuang pena mulai bermunculan di tempat yang
telah disepakati yaitu gedung terbuka sastra. Suasana panggung terbuka sangat
sepi. Tidak ada satu orang pun di sana, hanya dedaunan kering yang berserakan.
Hari
itu bertepatan tanggal 22 April 2012 telah ditentukan bahwa FLP Jember akan
mengadakan acara bertajuk inagurasi atau pelantikan anggota magang menjadi anggota muda FLP
Jember. Setelah
semua berkumpul, acara pun dimulai dengan dipandu oleh MC tentunya. Untuk acara
inagurasi, Mbak Iim diamanahi tugas
sebagai MC. Acara pun diselingi canda tawa. Sesekali kamera pun beraksi,
mengabadikan momen ini. Ditambah MC yang cukup kocak membuat para peserta acara
menjadi senang.
Acara seremonial pun dibuka dengan kata sambutan dari Ketua Panitia. Berhubung Ketua Umum belum datang, kata sambutan pun ditunda sejenak. Meskipun demikian, acara tetap dilanjutkan dengan penampilan para anggota baru. Mereka menampilkan pembacaan puisi yang diiringi oleh lagu dan alunan petikan gitar. Pertama kali yang membaca puisi adalah Monafisa lalu dilanjutkan Elvan. Pengurus pun tidak mau kalah, dikirimlah Mas Badrus dan Mbak Iim untuk membaca puisi.
Usai pembacaan puisi tiba-tiba, Ketua Panitia, MC, dan Ketua umum ribut masalah susunan acara. Mereka pun berselisih pendapat. Ditengahnya ricuh pendapat, salah satu pengurus mundur dan pergi meninggalkan acara. Suasana menjadi tegang. Anggota baru hanya tertunduk. Mungkin menyesal. Namun ditengah sengitnya perbedaan pendapat yang berjalan cukup alot serta para pengurus yang saling menyalahkan tiba-tiba Ketua Umum tertawa. Lalu disusul oleh MC dan Ketua Panitia. Mereka tertawa karena ternyata hal yang mereka perdebatkan hanya skenario drama tanpa naskah. Semua anggota baru pun tertawa dan merasa lega.
Acara pun dilanjutkan kembali dengan pembagian hadiah bagi majalah terbaik, anggota putri terbaik, dan anggota putra terbaik. Untuk kategori anggota putri terbaik diraih oleh Rizki sedangkan anggota putra terbaik adalah Jefi. Majalah terbaik dimenangkan oleh kelompok putri. Mereka pun dengan senang hati menerima bingkisan yang telah disiapkan.
Acara akhirnya ditutup dengan pelantikan dan pemberian sertifikat. Setelah itu dilanjutkan dengan ‘rujak party’ dan tukar kado. Sebelum meninggalkan panggung terbuka sastra, tak lupa mengambil foto untuk dokumentasi. Acara pun selesai. Semua peserta pulang. Merajut impian mereka tentang masa depan yang gemilang. Demikian pula dengan pengurus, ada banyak hal yang akan diagendakan demi kemajuan FLP Jember ke depan. GO….GO…FLP, semangat berkarya, berbagi dan berbakti. (Yulita)
Kantung Pelangi
Karya: Artina Artie
Satu
warna pelangi dalam sakunya
Tak
pernah disangka
Menafirikan
etos gigihnya
Meski
harus perih
Tak
apalah
Harap
sedih sudah
Sudahi
susah
Permainkan
hati
Lepas
menjarah lelah
Berdegup warna pelangi itu
Bergetar dan berbisik,”Satu warna
pelangi untukmu.”
21
November 2011
Daun Jatuh Menari Utuh
Daun jatuh menari utuh
Menari, melenggok, membelai
Terbawa angin lari pagi
Sebelum jatuh ke bumi.
Daun jatuh menari utuh
Lebarkan gerak terakhir
Sementara sejarah telah terukir
Di ujung sendi pikir.
Daun jatuh menari utuh
Menyentuh angin
Terbawa angin
Berkawan angin dan hujan.
Daun jatuh menari utuh
Sentuh bumi
Gapai bening sisi
Karya: Artina
Artie
Sepuluh Kupon
Oleh : Tara Tralala
BEBERAPA hari ini memang sulit
bagiku untuk bisa makan daging yang lezat. Makanan sehari-hariku hanya nasi,
tempe, dan sambal tomat tanpa terasi. Menjadi rutinitasku. Memang tak pernah
menjadi masalah yang perlu dikeluhkan.
Ah, sudahlah, hanya persoalan makanan saja, syukur-syukur masih ada yang bisa
dimakan untuk hari ini bersama kakakku.
Pagi ini seperti biasanya, aku menemani Kak Ara yang akan pergi
bekerja. Ini hari kelimanya bekerja di sebuah toko asesoris yang tak jauh dari
wilayah pertokoan buku Toga Mas. Di sana juga bersebelahan dengan rental PS3
yang selalu ramai oleh beberapa anak SD yang membolos atau beberapa juga dari
kalangan anak jalanan berpakaian lusuh. Itu yang selama ini aku perhatikan
selama kakak bekerja di daerah itu.
Dan aku benar-benar iri melihat mereka. Aku justru
ingin sekolah, tapi mereka malah berkata, “Aku males banget sekolah”. Itulah yang aku pernah dengar dari keluh
kesah mereka saat mereka lebih asyik memilih membolos sekolah dan lebih
mengutamakan jam bermain PS3 di sini.
Selama Kak
Ara bekerja sampai pukul empat
sore nanti aku hanya bermain di sekitar tempat kerjanya. Kalau tidak di toko
buku, ya di tempat PS3. Di mana lagi. Kak Ara sudah cukup bekerja keras untuk
mencari nafkah untuk keluarga. Aku menjadi terlalu dewasa rasanya untuk
berpikir seperti ini, tetapi inilah yang aku rasakan. Tak lagi bisa bermanjaan
di pangkuan Ayah
Ibu sejak mereka bercerai dan memutuskan untuk berpisah.
Ibu malah memutuskan untuk kerja di Malaysia. Sedangkan
Ayah entah pergi kemana. Kak Ara yang tak bisa meneruskan kuliah karena tak ada
dana lagi, membuatku pun juga tak bisa sekolah seperti mereka yang malah lebih
memilih asyik bermain-main. Seharusnya aku sudah kelas empat jika aku bisa seperti
mereka. Ah, aku mulai berandai lagi. Lamunan kosong dengan senyum yang tak
berarah. Kapan aku bisa merasakan seperti mereka?
***
Sore ini Kak
Ara terlihat pucat, tak seperti biasanya. Mungkin kelelahan. Dari semalam kak Ara
lembur dadakan. Aku tidur sendirian di rumah. Hmmmmp… tidak menyeramkan, tetapi
begitu sunyi dan aku kesepian tanpa Kak
Ara.
Baru saja aku berjalan di depan sebuah Cafe Italian yang bercat
coklat dengan suasana yang klasik berdinding ukiran kayu jati dan penuh
tempelan-tempelan hiasan bergambarkan aneka jajanan ala Italia.
Ramai sekali pengunjungnya hari ini. Makanan seenak apa
ya di sana? Yang sering aku lihat di sana orang lebih menyukai kue keju khas Italia yang ditaburi bubuk kakau di atasnya. Kue ini termasuk dalam hidangan penutup yang
biasanya dimakan dengan menggunakan sendok sehingga digolongkan dalam hidangan
“al cucchiaio” atau
“dengan sendok”.
Kue ini tidak dibuat dalam adonan dan
juga tidak dipanggang. Kue ini berbahan dasar biskuit yang sudah direndam
terlebih daulu ke dalam larutan kopi dan keju mascarpone. Biskuit tersebut disusun dan dilapisi
dengan krim kocok sebelum didinginkan di lemari es supaya bentuknya tidak
hancur ketika dihidangkan. Itu yang orang katakan dengan sebutan Tiramissu.
Seenak apa ya? Apa jajanan pasar yang
biasa kak Ara belikan itu kalah enaknya? Yang menjadi menu
spesial disini seperti Tiramisu, Cheese Cake, Sandwich, Sop Buntut. Selain itu
aneka sajian menu yang lainnya semisal Salad, Sandwich, Burger and Hot Dog, juga ada. Mahal kata Kak Ara.
Pasti enak.
Hmmpp… beberapa bungkus makanan dan
kantong plastik hitam berserakan di samping café itu. Jadi pemandangan yang
jorok jika perhatikan. Tak jauh dariku, tempat sampah itu begitu penuh, tak
muat tongnya. Pengangkut sampah mungkin berhalangan hari ini untuk bertugas
mengosongkan seluruh isi sampah-sampah itu. Iseng, aku berjalan ke arah tong
biru itu. “Uh…jorok” lirihku kesal. Tunggu dulu.
Mataku yang sedari tadi menyapu
seluruh sampah-sampah itu malah tersangkut sesuatu. Lihat, ada potongan kertas
merah kecil. Berbentuk lingkaran berstiker gambar Ayam. Ada tulisan yang besar
bertuliskan “KUPON”.
Tanpa pikir panjang aku segera
memungutnya. Ada tulisan kecil juga di bawahnya : “Kumpulkan 10 kupon ini dan
kamu akan mendapatkan 1 porsi Ayam panggang pedas spesial”.
“HHmmmpp…nyummy..aku mauuu…”, lirihku yang
berusaha menelan ludah yang terasa begitu menggiurkanku.
Aku akan coba untuk mengumpulkannya.
Aku akan makan daging, asyik. Oke, sekarang ada dua kupon yang tercecer di sana, dan kini di tanganku, kurang delapan kupon lagi. “Ship”
yakinku girang.
***
Sampai beberapa hari berlalu, mungkin
sekitar satu minggu sudah aku tak pernah absen untuk tidak melewati tong sampah
itu. Tak peduli aku orang mau bilang aku bocah si pemungut sampah. Aku hanya sedang memunguti daging
ayam pedasku. Aku akan makan daging Ayam sebentar lagi.
Lagi-lagi aku menahan tawaku yang
benar-benar meluap begitu saja tanpa aku komando. “1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8,
9,….”, tanganku kembali
mengamati kertas-kertas kupon itu. “Masih sembilan, kurang satu kupon lagi,
Sempurna!” aku sampai tak sadar saat tubuhku berloncat-loncat terlalu
gembira. Ada beberapa anak berjalan melewatiku dan menatapku dengan keheranan.
Aku akan dapat ayam panggang.
“Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah”, syukurku dengan
menggenggam sembilan kupon ayam kutangkupkan tangan di dada. Sampai Kak Ara bertanya padaku, “Bima sepertinya sedang gembira sekali?
Ada apa ni? Cerita donk?” Ledek Kak Ara padaku saat dalam perjalanan pulang hari ini.
Aku hanya tersenyum dan berlari
mendahului langkahnya. “Ayaaaaaamm……kita akan makan ayam, kak !!” teriakku
senang. Tak sabar untuk menemukan kupon terakhirnya. Ayamku tunggu aku ya. Kak
Ara ikut tersenyum melihat tingkahku yang begitu ceria.
***
Dua hari sudah berlalu lagi, aku tak
melihat satu kupon pun bercecer di
sana. Kemana ya? Biasanya ada, walau hanya satu saja, mungkin hari ini kupon
itu terbawa angin. Ya sudahlah. Hari ini ada satu guratan kecewa, tetapi Kak Ara bilang tadi, “Besok kita cari lagi ya, Bima jangan
sedih, kan kupon ayamnya masih banyak, mungkin hari ini belum rejekinya, oke”, hibur Kak Ara.
Keesokan harinya, pukul 13.45 sudah.
Aku ingin datang mencari kupon ayam lagi, tetapi hari ini sama seperti hari
kemarin. Tak juga aku temukan kupon kesepuluh itu. “Sabar ya Bima sayang”, ujar Kak Ara yang mencoba
menenangkanku. Kali ini Kak Ara membelikanku
es wawan rasa cokelat kesukaanku. Sedikit terhibur memang, tetapi
hatiku masih penasaran dengan kupon terakhir itu.
***
Lima hari ini tak juga
aku berhenti menghitung. Kupon itu harus aku temukan di sana. Semoga ada hari ini. Langkahku
begitu gusar, tak sabar untuk menggenggam kupon terakhir itu.
Tepat dihadapanku, ada tiga ikat
kantong plastik hitam yang terbungkus rapi di sana. Di bawahnya terjepit plastik putih yang membuatku
penasaran. Aku mencoba mengambilnya.
Senyumku menjadi berkembang lagi,
“ada!” teriakku. Beberapa pembeli menoleh ke arahku keheranan. Aku tak peduli,
aku dapat potongan terakhir itu, terima kasih Ya Allah. Aku segera beranjak
berdiri dan ingin segera menghampiri Kak Ara yang masih
sibuk bekerja di seberang jalan sana.
Aku masih melihatnya, Kak Ara masih membereskan beberapa barang yang berantakan di
sana. Tak peduli. Aku tak peduli. Aku berlari tanpa mengamati mereka yang
mengamatiku. Aku masih berlari menyeberangi jalan itu. Dan “Braaaaakkkkkk !!” sampai sepuluh kupon itu terbang
tercecer di jalan. Bertaburan di sekitarku.
Dan aku tersenyum menahan kesakitan
yang lambat laun menghilang dengan sejuta kebodohanku tentang daging ayam panggang pedas yang terbayang akan aku makan dengan lahap
dengan Kak Ara. “Kak Ara, maafin Bima”, lirihku
panjang.
***
Bersama Pak Iman Suligi Pendiri Kampoeng Baca Jember
1.
Kapan didirakannya kampung baca ?
Kampung baca sendiri didirikan pada tanggal
7 maret 2009. Tapi pertama disebut sebagai perpustakaan tintin, itu dikarenakan
banyak buku yang berserial tentang Tintin. Awal mulanya sekitar tahun 80 an dan
ketika tahun 2009 diubah namanya menjadi kampung baca.
2.
Awal Merintisnya ?
Dulu dengan teman pernah mendirikan yayasan
Indonesia membaca yang berpusat di perpustakaan tintin tersebut. Sempat ada
kendala pada tahun 2000saya sempat mendirikan yayasan penabur hikmah.
3.
Apa yang dihasilakan yayasan tersebut ?
Yayasan Indonesia membaca pernah
bekerjasama dengan Jepang dan sempat mengadakan sayembara menulis surat untuk
pak Walikota.
4.
Buku koleksi untuk rumah baca ?
Pertama rumah baca memiliki 500 judul buku.
Dan sekarang ada tambahan 300 buku dari perpustakaan daerah dan 5 kardus dari
temprina.
5.
Luas dari rumah baca sendiri ?
Luas kampung baca saat ini +- 450 m2
6.
Pekerjaan pak iman selain di rumah baca ?
Sejak tahun 2003, saya menjadi dosen PG
PAUD di Universitas Muhammadiah Jember. Saya juga pernah mengajar di SMK 3
Jember sebagai guru senirupa,desain, Bhs. Inggris, dan seni budaya.
7.
Kiat sukses pak iman untuk menjaga semangat ?
Kita harus memperkuat mental. pada setiap
kejadian harus diambil hikmah. Pada kehidupan yang diambil bukan kegagalan
tetapi keberhasilan.
Tips Menulis Tengah Malam
SEORANG penulis pasti
memiliki waktu-waktu spesial yang pada waktu itu banyak karya-karya hebatnya
dapat di telurkan. Bagi sebagian penulis, menulis di tengah malam menjadi
pilihan. Karena pada tengah malam suasana hening, tidak ada keributan,
kegaduhan oleh suara anak-anak, kendaraan bermotor dan lain-lain. Yang ada hanyalah
nyayian alam.
Bagi seseorang
yang sudah berkeluarga dan memiliki anak, waktu ini juga menjadi pilihan. Bunda
Shinta Yudisia adalah salah satu penulis besar yang biasa memanfaatkan waktu
tengah malamnya. Dan kita sebagai seorang muslim juga dapat memanfaatkan waktu ini untuk
beribadah salat
malam. Sehingga, kita mendapatkan
pahala yang berlipat dari menulis dan beribadah.
Berikut adalah
beberapa tips agar kita bisa bangun tengah malam:
1. Olahraga
yang cukup, minimal lima
sampai sepuluh menit per hari. Karena saat badan
kita sehat maka memudahkan kita saat bangun tengah malam.
2. Pada
siang hari di tengah kesibukan kita, selalu luangkan waktu untuk istirahat.
3. Minum
air putih yang cukup. Dua liter atau delapan
gelas per hari.
4. Segera
tidur setelah Isya
kemudian pasang alarm. Ideal tidur per hari adalah tujuh jam. Saat terlalu
banyak tidur membuat kita semakin malas, begitu juga saat kurang, dalam jangka
waktu lama juga merusak tubuh.
5. Hindari
tidur dalam suasana lapar atau kekenyangan.
6. Gunakan
lampu yang redup atau matikan lampu untuk memulai tidur.
7. Setelah
bangun, segera cuci muka dan ambil air wudu. Agar
kita tidak mengantuk
lagi dan siap memulai aktivitas
menulis dan yang lainnya.
Selamat mencoba,
semoga bermanfaat. (Lely)
Dia Kabulkan yang Kita Butuhkan
KETIKA seseorang yang hatinya telah lama menjauh dari sisi-Nya terombang–ambing di tengah lautan di sutau. Semua temannya meninggal karena kapalnya karam. Hanya dirinya yang selamat dan terselamatkan pelampung. Lalu hatinya mengingat Tuhan, ia meminta ampun kepada Tuhannya dan berdoa dengan khusuk agar diselamatkan.
Setelah
beberapa jam bertobat dan terapung di tengah lautan, ia berdoa agar
diselamatkan, meminta perahu. Meminta kepada Tuhan agar ada perahu lain
ditumpangi sekelompok orang yang melintas dan menyelamatkan jiwanya. Namun
sampai malam tiba tidak ada tanda-tanda pertolongan datang. Kedinginan, lapar
dan rasa haus, lemas, menimpa dirinya.
Orang
ini mengira doanya kurang tulus sehingga Tuhan tidak mengabulkan permintaannya.
Ia mencoba berdoa kembali. Dengan menutup mata, hendak lebih meyakinkan Tuhan
bahwa ia tak akan mengulang maksiat besar. Dalam doanya yang pasrah, tanpa
sadar ia pun tertidur.
Tengah malam tiba, ia terbangun. Tak disangka sebelumnya, ternyata ia terdampar di sebuah pulau tak berpenghuni manusia. Bergegas mencapai pantai yang penuh pohon kelapa. Setibanya di tepi pantai, dengan jerih payah ia memanjat satu-satunya pohon kelapa yang berbuah di sana. Ia makan dan minum air kelapa; satu, dua, sampai tiga buah kelapa. Tentu kenyanglah dan kembali segar tubuhnya.
Ia lalu membuat api unggun dari ranting pohon dan korek api yang tak sengaja disaku - untuk menghangatkan tubuh, membuat tenda dari janur kelapa di tepi pantai sebagai tempat tidur. Ia tidur hingga menjelang fajar. Setelah ibadah fajar, ia berdoa lagi agar segera keluar dari pulau itu. Sambil menunggu datangnya pertolongan Tuhan. Karena ia yakin akan dikabulkan doa-doanya, ia menuju ke dalam pulau. Menelusuri hutan dan mencari buah-buahan di sana.
Sepulang mencari buah-buahan di hutan, sisa api unggun menghanguskan tendanya. Tendanya terbakar habis. Orang ini marah! Buah pisang dan jambu air di tangannya ia lempar keras ke pasir. Ia berteriak mengapa Tuhan melakukan ini kepadanya, menyiksanya dengan bencana dan membuatnya terdampar di pulau tak berpenghuni sehingga mustahil didatangi manusia lain.
Tetapi tak lama setelah kepulan asap dari tenda terbakar tadi, tibalah perahu penyusur pantai datang menyelamatkan dirinya. Ketika ditanya kepada para penumpang kapal, kenapa bisa tahu ada orang di pulau tak berpenghuni itu. Mereka tahu ada orang yang meminta bantuan karena ada asap yang mengepul yang berasal dari tepi pantai.
***
Saudaraku,
Melihat
ilustrasi di atas, Allah menyediakan kebutuhan hamba-Nya dari pada apa yang paling
tepat “diminta” seorang hamba kepada-Nya. Dalam ilustrasi, ketika ia meminta
hidayah secara tidak langsung, Allah memberinya kemudahan berupa bencana yang akhirnya membawa
dirinya kembali di jalan Tuhannya.
Ketika lapar, Allah tidak menurunkan makanan dari langit tetapi ia diberi buah kelapa. Ketika lemas karena dehidrasi, haus tak tertahankan, buah kelapa di tepi pantai pulau tak berpenghuni adalah solusinya. Ketika kedinginan, sakunya ada korek api dan ranting-ranting pohon tersedia untuk dibuat api unggun. Untuk istirahat, janur dibuat atap.
Setelah ia mendapat hidayah, tenang jiwanya, kenyang perutnya, kuat dan hangat tubuhnya, sudah waktunya ia pulang ke rumah. Maka atas kehendak Allah api membakar tendanya. Dari situ ia diselamatkan.
Saudaraku,
Renungkanlah
sejenak seberapa banyak kita meminta kepada Allah tetapi seakan tidak
terkabulkan? Apakah dugaan kita bahwa doa itu tidak terkabulkan adalah benar?
Jikalau kita menjawab doa kita tidak terkabulkan itu benar. Jika dikatakan akan
dikabulkan itu pun juga benar. Karena Allah, Tuhan manusia dan seluruh alam
satu-satunya mengikuti prasangka hamba-hamba-Nya.
Saudaraku,
Renungkanlah
sejenak, ketika dirimu meminta kekuatan menghadapi cobaan. Bukankah Dia memberimu kesulitan? Terombang-ambing di tengah
permasalahan, menuntut dirimu bertahan, membuang sedih dan akhirnya menjadi
kuat.
Ketika dirimu berharap ada kebijaksanaan dalam diri, bukankah Dia memberimu masalah untuk dipecahkan? Masalah lapar dan haus, bijaksana mencari makanan pengenyang dan minuman pelepas dahaga. Mengenai kedinginan, pikiran bijaksana tumbuh yang pada akhirnya membuat api unggun. Saat tubuh lemas, membangun tenda untuk istirahat.
Ketika meminta cinta, diberikan orang-orang bermasalah. Ketika meminta bantuan, Allah memberi kesempatan bagi kita berusaha mandiri dan bertawakal. Lalu apa yang sebenarnya kita ragukan pada doa kita? Doa kita justru terjawab secara sempurna. Tidak hanya yang kita minta, tetapi meliputi semua yang dibutuhkan.
Saudaraku,
Doa
adalah senjata kita! Senjata orang-orang beriman. Doa adalah tiang agama. Doa
adalah penerang langit dan bumi. Yakinlah pada kekuatan doa. Sabarlah menunggu,
dan perhatikan apa yang dilakukan Allah terhadap diri kita. Perhatikan
bagaimana Dia menyiapkan diri kita menyongsong impian yang kita miliki.
Saudaraku,
Bersedih
terhadap kesalahan kita masa lalu tiada gunanya. Sedih dan putus asa, tidak akan
mengembalikan masa lalu kita untuk diperbaiki. Ada di hari ini dan di masa depan hanya untuk
perbaikan diri, berusaha keras dan tawakal kepada-Nya. Kurangi masa sedih, dan jangan
sampai berputus asa mengharap ridha dan rahmat-Nya.(Mustofa Ilham)
Langganan:
Postingan (Atom)