KETIKA seseorang yang hatinya telah lama menjauh dari sisi-Nya terombang–ambing di tengah lautan di sutau. Semua temannya meninggal karena kapalnya karam. Hanya dirinya yang selamat dan terselamatkan pelampung. Lalu hatinya mengingat Tuhan, ia meminta ampun kepada Tuhannya dan berdoa dengan khusuk agar diselamatkan.
Setelah
beberapa jam bertobat dan terapung di tengah lautan, ia berdoa agar
diselamatkan, meminta perahu. Meminta kepada Tuhan agar ada perahu lain
ditumpangi sekelompok orang yang melintas dan menyelamatkan jiwanya. Namun
sampai malam tiba tidak ada tanda-tanda pertolongan datang. Kedinginan, lapar
dan rasa haus, lemas, menimpa dirinya.
Orang
ini mengira doanya kurang tulus sehingga Tuhan tidak mengabulkan permintaannya.
Ia mencoba berdoa kembali. Dengan menutup mata, hendak lebih meyakinkan Tuhan
bahwa ia tak akan mengulang maksiat besar. Dalam doanya yang pasrah, tanpa
sadar ia pun tertidur.
Tengah malam tiba, ia terbangun. Tak disangka sebelumnya, ternyata ia terdampar di sebuah pulau tak berpenghuni manusia. Bergegas mencapai pantai yang penuh pohon kelapa. Setibanya di tepi pantai, dengan jerih payah ia memanjat satu-satunya pohon kelapa yang berbuah di sana. Ia makan dan minum air kelapa; satu, dua, sampai tiga buah kelapa. Tentu kenyanglah dan kembali segar tubuhnya.
Ia lalu membuat api unggun dari ranting pohon dan korek api yang tak sengaja disaku - untuk menghangatkan tubuh, membuat tenda dari janur kelapa di tepi pantai sebagai tempat tidur. Ia tidur hingga menjelang fajar. Setelah ibadah fajar, ia berdoa lagi agar segera keluar dari pulau itu. Sambil menunggu datangnya pertolongan Tuhan. Karena ia yakin akan dikabulkan doa-doanya, ia menuju ke dalam pulau. Menelusuri hutan dan mencari buah-buahan di sana.
Sepulang mencari buah-buahan di hutan, sisa api unggun menghanguskan tendanya. Tendanya terbakar habis. Orang ini marah! Buah pisang dan jambu air di tangannya ia lempar keras ke pasir. Ia berteriak mengapa Tuhan melakukan ini kepadanya, menyiksanya dengan bencana dan membuatnya terdampar di pulau tak berpenghuni sehingga mustahil didatangi manusia lain.
Tetapi tak lama setelah kepulan asap dari tenda terbakar tadi, tibalah perahu penyusur pantai datang menyelamatkan dirinya. Ketika ditanya kepada para penumpang kapal, kenapa bisa tahu ada orang di pulau tak berpenghuni itu. Mereka tahu ada orang yang meminta bantuan karena ada asap yang mengepul yang berasal dari tepi pantai.
***
Saudaraku,
Melihat
ilustrasi di atas, Allah menyediakan kebutuhan hamba-Nya dari pada apa yang paling
tepat “diminta” seorang hamba kepada-Nya. Dalam ilustrasi, ketika ia meminta
hidayah secara tidak langsung, Allah memberinya kemudahan berupa bencana yang akhirnya membawa
dirinya kembali di jalan Tuhannya.
Ketika lapar, Allah tidak menurunkan makanan dari langit tetapi ia diberi buah kelapa. Ketika lemas karena dehidrasi, haus tak tertahankan, buah kelapa di tepi pantai pulau tak berpenghuni adalah solusinya. Ketika kedinginan, sakunya ada korek api dan ranting-ranting pohon tersedia untuk dibuat api unggun. Untuk istirahat, janur dibuat atap.
Setelah ia mendapat hidayah, tenang jiwanya, kenyang perutnya, kuat dan hangat tubuhnya, sudah waktunya ia pulang ke rumah. Maka atas kehendak Allah api membakar tendanya. Dari situ ia diselamatkan.
Saudaraku,
Renungkanlah
sejenak seberapa banyak kita meminta kepada Allah tetapi seakan tidak
terkabulkan? Apakah dugaan kita bahwa doa itu tidak terkabulkan adalah benar?
Jikalau kita menjawab doa kita tidak terkabulkan itu benar. Jika dikatakan akan
dikabulkan itu pun juga benar. Karena Allah, Tuhan manusia dan seluruh alam
satu-satunya mengikuti prasangka hamba-hamba-Nya.
Saudaraku,
Renungkanlah
sejenak, ketika dirimu meminta kekuatan menghadapi cobaan. Bukankah Dia memberimu kesulitan? Terombang-ambing di tengah
permasalahan, menuntut dirimu bertahan, membuang sedih dan akhirnya menjadi
kuat.
Ketika dirimu berharap ada kebijaksanaan dalam diri, bukankah Dia memberimu masalah untuk dipecahkan? Masalah lapar dan haus, bijaksana mencari makanan pengenyang dan minuman pelepas dahaga. Mengenai kedinginan, pikiran bijaksana tumbuh yang pada akhirnya membuat api unggun. Saat tubuh lemas, membangun tenda untuk istirahat.
Ketika meminta cinta, diberikan orang-orang bermasalah. Ketika meminta bantuan, Allah memberi kesempatan bagi kita berusaha mandiri dan bertawakal. Lalu apa yang sebenarnya kita ragukan pada doa kita? Doa kita justru terjawab secara sempurna. Tidak hanya yang kita minta, tetapi meliputi semua yang dibutuhkan.
Saudaraku,
Doa
adalah senjata kita! Senjata orang-orang beriman. Doa adalah tiang agama. Doa
adalah penerang langit dan bumi. Yakinlah pada kekuatan doa. Sabarlah menunggu,
dan perhatikan apa yang dilakukan Allah terhadap diri kita. Perhatikan
bagaimana Dia menyiapkan diri kita menyongsong impian yang kita miliki.
Saudaraku,
Bersedih
terhadap kesalahan kita masa lalu tiada gunanya. Sedih dan putus asa, tidak akan
mengembalikan masa lalu kita untuk diperbaiki. Ada di hari ini dan di masa depan hanya untuk
perbaikan diri, berusaha keras dan tawakal kepada-Nya. Kurangi masa sedih, dan jangan
sampai berputus asa mengharap ridha dan rahmat-Nya.(Mustofa Ilham)
0 komentar:
Posting Komentar